Masih tentang "Khamr" maa ra`yukum?????

Mungkin memang terlalu lancang ketika saya berani menyimpulkan (sementara) / mengungkapkan hipotesa mengenai masalah ini. saya pun belum menemukan jawaban tentang "sebab haramnya khamr" yang berasal dari ulama-fuqaha-mujtahid  (karena keterbatasan dalam segala hal). tiba-tiba saja pertanyaan ini muncul di benak saya ketika memperhatikan realita. dan saya coba berfikir keras untuk menemukan jawabannya (dalam keadaan saya yang masih awam, yang sama sekali "masih sangat jauh" dari kriteria seorang mujtahid). namun saya kira tak apa coba mendokumentasikan hasil olah pikir, tidak bermaksud sok tahu, tapi di sini saya ingin mencari kebenaran (ghafarallahu lii.... semoga Allah memberikan taufiq serta hidayahNya...)

 Tentang Asbabun Nuzul

saya baru sadar dan kembali mengingat logika yang dilontarkan seorang dosen 'ulumul Quran, bahwa asbabun nuzul bukanlah sebab yang megakibatkan turunnya sebuah ayat, tapi segala hal yang memiliki "keterkaitan" dengan turunnya sebuah ayat karena ayat dalam al-Quran yang memiliki sababun nuzul menjadi pihak minoritas (hanya sedikit ayat yang memiliki sababun nuzul). mengapa hanya sedikit? ini menjadi salah satu bukti kebenaran Islam, bukti bahwa Allah tidak didikte oleh keadaan. Allahu 'alaa kulli syai`in qadiir. tanpa "sebab" pun Allah tetap akan menurunkan ayatNya sebagai pedoman lengkap (syari'at) bagi seluruh aspek kehidupan manusia. 

sabab (illat) senantiasa berkaitan dengan waktu lampau, karena keadaan 'illat senantiasa terjadi/ada "sebelum" adanya akibat. sekali lagi, ini menjadi salah satu bukti (mu'jizat) al-Quran yang meliputi tiga dimensi waktu. pertama, lampau (aspek historis, yakni qashash yang mesti dijadikan i'tibar bagi ummat manusia kini). kedua, al-Quran menjadi AD (Anggaran Dasar) yang menunjukkan pada manusia mengenai apa yang mesti diperbuat hari ini(present), Al-Quran tak pernah habis digerus zaman. ketiga, Al-Quran menunjukkan eksistensi Allah melaluinushshushnya bahwa Allah berencana menghendaki sesuatu yang akan terjadi di masa depan, misalnya mengenai kemenangan bangsa Romawi (ini yang sudah terbukti), juga menguji keimanan manusia untuk mengimani hari akhir, yang dalam al-Quran banyak termaktub peringatan-peringatan akan hari tersebut.



tentang Khamr:

Rasulullah menerima wahyu pengharaman khamr setelah menyaksikan shabatnya yang tidak bisa khusyu' dalam shalat karena 'aqlnya tertutupi (inilah mengapa disebut khamr, seperti khimar dalam konteks pakaian pelengkap penutup aurat bagi perempuan, karena khamr dapat "menutupi" 'aql)--. jika sababun nuzul ini dijadikan sebagai hukum ashal ('illat/sebab), maka ma'lul (akibat) hukumnya adalah khamr diharamkan karena sifatnya yang dpat menutupi akal. selanjutnya dari kesimpulan ini akan muncul istinbath hukum bahwa "jika tak menyebabkan tertutupnya akal maka boleh mengonsumsi khamr". ini tentu akan menimbulkan anak2 hukum lain diantaranya: bahwa mengonsumsi khamr adalah halal, selama itu tak menyebabkan tertutupnya 'aql, halal hukumnya minum khamr sedikit selama dalam pengonsumsian itu 'aql masih bisa dan mampu berfikir sehat. juga tidak menjadi berdosa bagi pengonsumsinya (yang sudah terbiasa mengonsumsinya) oleh sebab intensitas pegonsumsian yang sudah 'sering' yang karenanya sedikit demi sedikit efeknya akan memudar, ini menjadi: bisa karena biasa.

nah, jika memakai logika di atas, lalu bagaimana nasib shabu-shabu, putaw, heroin, ganja, dan lain sejenisnya, yang semuanya muncul di era kontemporer, di mana zaman semakin berkembang, yang seiring dengannya mucul ragam hal baru yang karenanya kita dituntut untuk mencoba melihat lebih dalam, menajamkan pandangan demi menjawab permasalahan ummat agar senantiasa berada dalam arahan syari'at yang benar?? dalam hal ini, apakah asbabun nuzul memang kurang atau mungkin sama sekali tidak berperan dalam hal pengambilan istinbath hukum???

jika mengambil kesimpulan di atas, bahwa khamr diharamkan lidzaatihi (karena dzatnya) sebagai perkara litta'abbudi, memenuhi tuntutan sami'naa wa atha'naa (kami mendengar dan kami ta'at) --terhadap ketentuan2 Allah-- untuk menguji sejauh mana keta'atan seorang hamba dalam pengabdian kepada Ilahnya yaitu Allah, lalu bagaimana kita menentukan hukum bagi perkara yang datang kemudian? jika keputusan 'haram' atas khamr dengan sebab dzatnya yang berarti juga mengabaikan sebab turunnya ayat ini (yakni karena sifatnya yang dapat menutupi 'aql), berarti kata "khamr" dengan konsep yang mewakilinya yaitu "menutupi ('aql)" hanya ada pada saat itu dan tidak berlaku bagi saat ini (nah, malah jadi inkonsisten, jika mu'jizat al-Quran karena salah satunya meliputi 3 dimensi waktu yang menunjukkan kebesaran Allah, maka "khamr" dan hukum yang mendampinginya hanya cukup sampai saat itu, tidak untuk saat ini dan yang akan datang. bingung kan??? lumayan...). 

namun pertanyaannya, bagaimana kita mengetahui keberadaan "benda" seperti itu saat ini jika memang khamr hanya ada pada saat ia disyariatkannya, sementara nama "khamr" sendiri mewakili konsepnya --menutupi ('aql)--. dan namanya pun akan berubah/hilang ketika konsepnya berubah/hilang, yakni jika ia tidak lagi menutupi akal maka namanya bukan lagi "khamr" dan segala produk yang dengan mengonsumsinya takkan memberikan efek "menutupi 'aql", maka boleh saja mengonsumsinya dengan syarat "tidak sampai menutupi akal", sebagaimana sabda Rasulullah: setiap yang muskir (yang memabukkan) itu khamr, dan setiap khamr itu haram. (HR. Bukhari & Muslim). maka hukumnya adalah halal ketika mengonsumsinya sedikit atau tak berdosa (mubah) bagi orang yang sudah terbiasa mengonsumsinya, sebab konsep "menutupi 'aql" telah hilang, maka tidak lagi disebut "khamr".


kesimpulan

dalam metode istinbath hukum dengan jalan Qiyas, terdapat beberapa unsur yang mesti ada (rukn qiyas), salah satunya yakni keberadaan 'illat (sebab hukum asal). 'illat dalam al-Ushul fii 'Ilmi l-ushuul   (Prinsip Ilmu Ushul Fiqh) karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin adalah: 
المعنى الذي ثبت بسببه حكم الأصل
"Sebuah makna dimana hukum ashl ditetapkan dengan sebab tersebut."

dalam kitab yang sama, dijelaskan bahwa diantara syarat qiyas adalah <span class=" fbUnderline">'Illah-nya mencakup makna yang sesuai dengan hukumnya, yang penetapan 'illah tersebut diketahui dengan kaidah-kaidah syar'i, seperti 'illah memabukkan pada khomer</span>. diketahui dari sabab nuzulnya (an-Nisaa: 43), bahwa sebab hukum asal pengharamannya adalah karena sifatnya yang bisa menutupi akal. maka dapat disimpulkan bahwa keharaman khamr jelas karena 'illatnya yang "menutupi 'aql". sebab hukum asal khamr adalah haram, maka segala hal yang pada asalnya memiliki sifat demikian, maka hukumnya adalah haram. sebab 'illatnya sudah jelas terdapat dalam nash-nash yang syar'i. inipun kemudian yang menjadi alasan penetapan hukum haram pada shabu-shabu, putaw, heroin, dan sejenisnya, karena hal itu dapat diketahui dari penelitian yang menghasilkan kesimpulan bahwa dalam barang-barang tersebut mengandung zat adiktif (memabukkan dan dapat merusak akal)...


menimbang hal-hal yang disinggung dalam Tentang Asbabun Nuzul, serta 'illat dari nash-nash yang valid (qath'i) yang menjadi salah satu syarat mutlak istinbat hukum,,, maka pertanyannya sekarang adalah:sejauh mana peran sabab nuzul Quran dalam istinbatu l-hukmi  (penetapan hukum syara') dalam berijtihad?????????????? 



wa maa ra`yukum 'an haadzihi l-mas`alah???????
Oleh Risna Inayah, Satra Arab, Universitas Padjajaran